BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kemunduran
benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur dan kumulatif
serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis yang
disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara
fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah
kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field
emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya
kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi
tanaman. Kemunduran benih selama penyimpanan lebih cepat berlangsung
dibandingkan dengan benih tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat
yang menyebabkan penurunan perkecambahan benih. Benih yang mempunyai vigor
rendah menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi
tanah yang kurang ideal. Sehingga benih yang akan ditanam harus disimpan dalam
lingkungan yang menguntungkan (suhu rendah) , agar kualitas benih masih tinggi
sampaiakhir penyimpanan. Penyimpanan benih merupakan upaya dalam pemecahan
masalah penyediaan benih. Mengingat kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah
sepanjang tahun, maka diperlukan suatu cara penyimpanan yang baik yang dapat
menjaga kestabilan benih baik jumlah maupun mutunya. Penyimpanan dalam rangka
pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini
adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika
benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka
pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan.
Salah satu cara untuk mengatasi kemunduran
benih adalah priming. Priming adalah suatu
perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum (disebut
osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab
(disebut matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan
suatu cara meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang
luas yang juga efektif untuk kondisi tercekam.
1.2
Tujuan
dan Manfaat
1.2.1
Tujuan
Untuk
mengetahui pengaruh beberapa perlakuan priming, terhadap viabilitas benih yang
telah mengalami kemunduran dengan cara pengusangan.
1.2.2
Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui cara priming
serta manfaatnya bagi benih yang telah mengalami kemunduran.
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Sadjad
(1999), secara fisiologis perkecambahan benih adalah dimulainya lagi proses
metabolisme yang tertunda serta berlangsungnya transkripsi genom. Proses
perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik yang berpengaruh adalah susunan kimiawi benih yang berhubungan dengan
daya hidup benih. Sifat ketahanan ini meliputi masalah kadar air benih, kegiatan
enzim dalam benih dan kegiatan-kegiatan fisik atau biokimia dari kulit benih,
sedangkan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah air, gas, suhu, dan
oksigen.
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara
berangsur anngsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible)
akibat perubahan fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan
atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya
berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan
kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, meningkatnya
kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan
produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985 dalam
Setyastuti Purwanti,2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas
benih selama penyimpanan dibagi menjadi factor internal dan eksternal. Faktor
internal mencakup sifat genetik daya
tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal
antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Kamil, J., 1984).
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu
benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh
faktor kesalahan dalam penanganan benih, dapat dilakukan dengan melakukan
teknik invigorasi. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk
meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemunduran mutu
(Rusmin, 2007).
Kemunduran
selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih tanaman
lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat yang menyebabkan penurunan
perkecambahan benih. Benih yang mempunyai vigor rendah menyebabkan pemunculan
bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Sehingga
benih kedelai yang akan ditanam harus disimpan dalam lingkungan yang
menguntungkan (suhu rendah), agar kualitas benih masih tinggi sampai akhir
penyimpanan (Damanhuri dan Yudono, 1993).
Viabilitas dari
benih yang disimpan dengan kandungan air tinggi akan cepat sekali mengalami
kemunduran. Hal ini bisa dijelaskan mengingat sifat biji yang higroskopis, biji
sangat mudah menyerap uap air dari udara disekitarnya. Temperatur yang terlalu
tinggi pada saat penyimpanan dapat membahayakan dan mengakibatkan kerusakan
pada benih. Semakin rendah temperatur kemunduran viabilitas benih dapat semakin
dikurangi, sedangkan semakin tinggi temperatur semakin meningkat laju
kemunduran viabilitas benih (Lita S, 2002).
Zat pengatur
tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang disintesis oleh tanaman
tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT
(zat pengatur tumbuh) dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon (hormon
tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran
hormon jika tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. Hormon berasal
dari bahasa Yunani yaitu hormaein yang mengandung arti: merangsang,
membangkitkan atau mendorong timbulnya suatu aktivitas biokimia sehingga
fito-hormon tanaman dapat di definisikan sebagai senyawa organik tanaman yang
bekerja aktif dalam jumlah sedikit, ditransportasikan ke seluruh bagian tanaman
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan atau proses fisiologi tanaman (Andi,
2007).
BAB 3.
METODE PRAKTIKUM
3.1
Tempat dan Waktu
Pelaksanaan
praktikum dilaksanakan di Laboratorium Tekhnologi Benih Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember dan dilaksanakan pada tanggal
23 Desember 2011 pukul 08.00-selesai WIB.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Benih kedelai atau padi atau jagung
2. Urine kambing
3. GA 3 dan NAA
3.2.2 Alat
1. Subtrat kertas merang
2. Pinset
3. Alat pengecambah
3.3
Metode Pelaksanaan
3.3.1 Metode Pelaksanaan
Praktikum
1. Menyiapkan benih kedelai dan jagung
2.
Mengusangkan benih dalam incubator yang bias diatur suhunya 40 – 42 oC
kelembaban nisbi 90 – 100% selama 7 atau 14 hari
3.
Menyiapkan urine kambing yang berasal dari kambing (goat) dengan diberi pakan
khusus hijauan. Urine ini mengandung GA 398 ppm dan auxin 356 ppm, kemudian
dismpan selama 1 minggu. Kemuadian membuat larutan urine kambing dengan
konsentrasi 300 ppm
4. Urine
kambing dapat diganti dengan membuat larutan GA3 dicampur NAA masing masing
dengan konsentrasi 100 ppm dan 50 ppm
5.
lakukan perlakuan priming pada benih yang tanpa dan telah diusangkan dengan
cara:
a. Benih tanpa perlakuan priming (control)
b. benih direndam dalam air selama 3 jam
c. benih
direndam dalam urine kambing 300 ppm selama 2 jam atau dengan GA3 + NAA masing masing 100 ppm dan 50 ppm
selama 3 jam
setelah ini benih dicuci
dengan air dan kering anginkan samapi kesap, kecuali control
6. Menanam benih masing masing sebanyak 25
butir dalam subtract kertas dengan metode pengujian UKDdp yang terlebih dahulu
dibasahi dengan air
7..Meletakkan
subtract kertas tersebut dengan cara didirikan pada alat pengecambah dan dijaga
agar subtract ini tidak kering
3.3.2
Teknik Rancangan Evaluasi
Analisa
hasil percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (CRD), dengan enam kombinasi
perlakuan priming dalam tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi
viabilitas potensial benih, vigor kekuatan berkecambah dan pertumbuhan kecambah
yang masing masing dengan tolok ukur daya berkecambah, keserempakan berkecambah,
panjang akar dan batang berkecambah.
Penilaian
keserempakan berkecambah dilakukan dengan menghitung prosentase kecambah normal
kuat pada hari ke-4 (4 x 24 jam), daya berkecambah dengan menghitung kecambah
normal pada hari ke -5 (5 x 24 jam). Pertumbuhan kecambah diukur pada hari ke-5
diantaranya panjang akar mulai dari leher akar sampai ujung akar dan tinggi
kecambah mulai dari leher sampai ujung kecambah.
BAB 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel
Hasil Pengamatan Pengaruh Perlakuan Priming Terhadap Viabilitas Benih
Perlakuan
|
UL
|
Perkecambahan
|
Pertumbuhan Kecamabah
|
||||||
Hari ke-3
|
Hari ke-5
|
PA
|
TG
|
||||||
Normal
|
Mati
|
Normal
|
Abnormal
|
Mati
|
|||||
Tanpa diusangkan
|
Kontrol
|
1
2
|
25
23
|
-
2
|
20
17
|
5
7
|
-
1
|
5,2
7,8
|
9,1
10,2
|
Air
|
1
2
3
|
23
25
|
2
-
|
17
25
|
7
-
|
1
-
|
7,9
8,1
|
10,8
12,1
|
|
Urine
|
1
2
3
|
23
20
|
2
5
|
14
19
|
9
4
|
2
2
|
5,5
6,5
|
7,8
8,3
|
|
Diusangkan
|
Kontrol
|
1
2
3
|
20
23
|
5
2
|
20
22
|
11
2
|
1
1
|
5,3
8,3
|
8,0
10,2
|
Air
|
1
2
3
|
15
20
|
5
2
|
11
22
|
13
2
|
3
-
|
6,0
8,7
|
10,1
13,7
|
|
Urine
|
1
2
3
|
10
23
|
10
5
|
12
23
|
10
2
|
8
3
|
6,4
8,4
|
7,1
8,2
|
|
Tanpa diusangkan
|
Kontrol
|
1
2
3
|
15
20
|
15
10
|
11
13
|
6
9
|
15
8
|
3,5
3,03
|
4,2
3,6
|
Air
|
1
2
3
|
10
15
|
22
10
|
4
8
|
6
9
|
20
7
|
3,6
4,0
|
7,7
5,8
|
|
Urine
|
1
2
3
|
4
20
|
21
5
|
-
7
|
5
13
|
20
5
|
2,3
3,05
|
4,5
6,9
|
|
Diusangkan
|
Kontrol
|
1
2
3
|
10
15
|
15
10
|
10
11
|
17
13
|
8
1
|
5,3
4,5
|
10,7
7,2
|
Air
|
1
2
3
|
3
15
|
22
10
|
-
9
|
5
9
|
20
7
|
3,5
4,1
|
9,8
9,8
|
|
Urine
|
1
2
|
15
13
|
10
12
|
4
7
|
6
9
|
15
9
|
4,0
5,3
|
9,6
8,6
|
4.2
Pembahasan
Dari
data yang diperoleh dari percobaan priming yang dilakukan pada benih usang dan
juga tidak usang, ternyata menunjukan perbedaan yang sangat kecil. Dari hasil
data priming yang dilakukan pada benih kedelai dan jagung dimana dilakukan
priming menggunakan air dan juga urin pada benih yang tidak di usang priming
air menunjukan hasil benih yang tumbuh normal17 pada ulangan pertama dan 25
pada ulangan kedua.sedangkan pada urin kambing diperoleh data 14 dan 19.
Sedangkan pada benih jagung menunjukan hasil 11 dan 22 serta pada urine kambing
12 dan 23. Untuk benih yang di usang priming yang dilakukan menunjukan data
pada priming dengan air benih yang
tumbuh normal 4 dan 8 sedangkan priming pada jagung dengan urine menunjukan 0
dan 7 serta pada benih jagung menunjukan hasil dengan air 0 dan 9 sedangkan
urine 4 dan 7.
Priming
adalah suatu perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum (disebut
osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab
(disebut matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan
suatu cara meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang
luas; yang juga efektif untuk kondisi tercekam. seperti cekaman air dan kadar
garam. Peningkatan perkecambahan nampak pada laju perkecambahan yang tinggi,
keserempakan, performansi dan vigor bibit yang tinggi, ditambah meningkatnya
tanggapan tanaman di lahan tercekam. Berdasarkan uraian di atas maka perlu
dilakukan. priming dapat menyebabkan terjadinya penguatan (penyembuhan) membran
plasma, memperkecil kehilangan elektrolit dan meningkatkan perkecambahan serta kekuatan
semai. priming juga meningkatkan persentase dan laju pemunculan semai pada
jagung manis yang dilakukan secara solid matriks dan dikombinasikan dengan
sodium hipolklorit
Langkah
pengusangan yang dilakukan pada pratikum ini pertama-tama adalah menyiapkan
wadah untuk tempat pengusangan kemudian kertas merang dibasahi dan diletakan
pada bagian bawah wadah. Selai itu menyiapkan kertas merang serupa akan tetapi
tidak dibasahi dan kemudian diletakan pada bagian tutup wadah kemudian di
diamkan sampai 4 hari, untuk yang perlakuan suhu maka dilakukan dengan cara
memasukan benih ke dalam oven dengan suhu yang terkontrol selama 4 hari.
Giberelin merupakan turunan rangka ent-giberelant.
Struktur molekul ini dengan system penomeran cincinya, bersama dengan stuktur
enam giberelin yang aktif. Semua giberelein yang bersifat asam dinamakan GA
(asam giberelat). GA3 yang lazim digunakan tampaknya paling lambat
terurai. Fungsi dari GA3 memacu pertumbuhan tumbuhan utuh pada
banyak spesies serta menstimulasi sintesis bonuktase, amylase dan protease
didalam endosperm dan
menghidrolisis pati dan protein yang akan memberikan energi bagi perkembangan
embrio diantaranya adalah radikula yang akan mendobrak endosperm, kulit biji
atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji
berkecambah. Auksin akan mematahkan dormansi biji (biji tidak mau berkecambah)
dan akan merangsang proses perkecambahan biji. Perendaman biji/benih dengan
Auksin juga akan membantu menaikkan kuantitas hasil panen.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Simpulan
1.
Fungsi dari GA3 memacu
pertumbuhan tumbuhan utuh pada banyak spesies serta menstimulasi sintesis
bonuktase, amylase dan protease didalam endosperm.
2.
Auksin
akan mematahkan dormansi biji (biji tidak mau berkecambah) dan akan merangsang
proses perkecambahan biji. Perendaman biji/benih dengan Auksin juga akan
membantu menaikkan kuantitas hasil panen.
3.
Priming adalah suatu
perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum (disebut
osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab
(disebut matriks-priming atau matrikskondisioning).
4.
Dari data yang diperoleh dari
percobaan priming yang dilakukan pada benih usang dan juga tidak usang, ternyata
menunjukan perbedaan yang sangat kecil.
5.2 Saran
Pada saat praktikum sebaiknya urine yang
tidak memperikan perlakuan priming urine di laboratorium sehingga dapat
mengganggu jalannya praktikum akibat bau yang di timbulkan.
DAFTAR PUSTAKA
Andi, S. 2007. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh pada Tanaman. , diakses tanggal 12 Desembr 2011.
Damanhuri, T.S, Sudikno dan P. Yudono. 1993. Penurunan Kualitas Fisiologis dan Kimiawi benih Kedelai dalam Penyimpanan. BPPS-UGM 6 (3B):297-307.
Justice, O.L dan Bass, L.N. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Kamil, J., 1984. Teknologi Benih. Angkasa Raya, Bandung
Kuswanto, Hendarto. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Andi Yogyakarta.Yogyakarta.
Mugnisjah,W.Q dkk.1994.Panduan Praktikum Dan Penelitian Bidang Ilmu Dan Teknologi Benih.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta.
Sadjad, S. 1999. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. IPB. Bogor.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Pers, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar