BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Prinsip
umum pengolahan benih adalah memproses calon benih menjadi benih dengan tetap
mempertahankan mutu yang telah dicapai. Dengan kata lain, prinsip pengolahan
benih ialah mewujudkan benih tanaman yang unggul atau baik. Apabila benih itu
ditanam akan mampu bertahan selama perkembangan hidupnya serta mampu memberikan
produk yang baik dan meningkat. Dalam pementukan benih terdapat stadia yaitu stadia
pembentukan, matang morfologis, perkembangan benih, masak fisiologis dan masak
penuh. Benih yang telah masak fisiologis menghasilkan bobot kering benih daya
berkecambah dan vigor maksimum. Benih dikatakan masak secara
fisiologis dan siap untuk dipanen, apabila zat makanan dari benih tersebut
tidak lagi tergantung dari pohon induknya, yang umum ditandai dengan perubahan
warna kulitnya. Waktu yang paling baik untuk pengumpulan benih adalah segera
setelah benih itu masak. Masaknya buah (benih) umumnya terjadi secara musiman,
walaupun cukup banyak juga jenis-jenis pohon yang menghasilkan buah masak
tetapi tidak mengikuti musim yang jelas.
Ketika benih yang berasal dari
pemanenan yang tidak sama tersebut ditanam maka akan menyebabkan ketidak
seragaman pertumbuhan dilapang, yang akhirnya akan menyebabkan berbagai
kesulitan diantaranya perawatan, pemanenan dan lain sebagainya. Benih yang
dipanen ketika masak fisiologis akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang
optimal sedangkan benih yang dipanen sebelum maupun sesudah masak fisiologis
pertumbuhan dan produksinya tidak akan optimal. Hal ini dapat disebabkan karena
benih tersebut belum sempurna (pada panen sebelum masak fisiologis) atau telah
memasuki masa penuaan (pada panen sesudah masak fisiologis). Ketika petani
memaksakan menggunakan benih yang berasal dari hasil panenannya sendiri maka
dianjurkan untuk mensortasi terlebih dahulu benih-benih tersebut agar diperoleh
bahan tanam yang menurut syarat baik untuk ditanam. Dengan melihat pentingnya hal tersebut maka
dari itu perlu dilakukan suatu pengujian terhadap pengaruh waktu panen terhadap
rendemen dan mutu benih yang akan dihasilkan sehinga benih diketahui
kwalitasnya.
1.2 Perumusan Masalah
1.
Jelakan
bagaimana kriteria terbaik saat panen ?
2.
Jelaskan
antara waktu panen, rendemen benih, mutu benih sertakan literature ?
3.
Bandingkan
hasil pengamatan dan berikan analisis ?
4.
Jelaskan
rendemen benih dan manfaat perhitungan benih ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1.
Mengkaji
pengaruh waktu panen terhadap hasil, daya berkecambah dan vigor benih.
2.
Mengenal
indikator visual (visual indicator) masak fisiologis benih.
1.3.2 Manfaat
1.
Dapat mengkaji
pengaruh waktu panen terhadap hasil, daya berkecambah dan vigor benih.
Dapat mengenal indikator visual (visual indicator) masak fisiologis benih.
BAB 2. TINJUAN PUSTAKA
Salah satu komponen
penting yang peranan dalam peningkatan produksi adalah penggunaan benih unggul.
Benih unggul yang dimaksud adalah benih yang memiliki viabilitas dan vigor yang
tinggi sehingga dapat menghasilkan produksi tanaman yang optimal. Benih unggul
yang dimaksud yaitu benih yang berasal dari tanaman unggul yang dipanen tepat
waktu. Dalam proses memproduksi benih factor pemanenan memegang peranan yang
cukup penting dalam menjaga agar benih tersebut berviabilitas dan bervigor
tinggi.
Benih merupakan salah satu factor
penentu keberhasilan budidaya aneka tanaman. Dalam rangka meningkatkan ekspor
dan daya saing komoditas tersebut maka peran benih untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas semakin penting dirasakan. Namun, sampai sejauh ini
perhatian terhadap penggunaan benih unggul bermutu, khususnya benih tanaman
masih sangat terbatas. Hal ini antara lain disebabkan oleh kecenderungan petani
memanen cabai belum waktunya (Sukarman, 2003).
Pada umumnya disaat musim hujan stok produksi cabe merah
sangat kecil, sedang permintaan pasar cukup tinggi, hal ini menyebabkan harga
melambung tinggi. Kasus tahun 1998 harga cabe merah di kota Banjarmasin
mencapai Rp 60.000,- per kg pada tingkat pasar tradisional, oleh karena itu
untuk menstabilkan stok produksi dimusim hujan, diperlukan budidaya cabe merah
di musim hujan. Salah satu teknologi budidaya cabe di musim hujan adalah
teknologi mulsa plastik dan ajir. Secara umum cabai merah dapat di tanam di
lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan) dan dapat dibudidayakan di saat
musim hujan dan kering.
Dalam
pementukan benih terdapat stadia yaitu stadia pembentukan, matang morfologis,
perkembangan benih, masak fisiologis dan masak penuh. Benih yang telah masak
fisiologis menghasilkan bobot kering benih daya berkecambah dan vigor maksimum.
Stadia sebelum masak fisiologis vigornya masih rendah karena belum terdapat
keseimbangan komposisi kimia penyusun sel dan jaringan benih akan mempengaruhi
pembentukan sel dan jaringan baru ketika berkecambah (Sajad, 1989). Menentukan
waktu yang tepat dalam panen memrlukan pengalaman srta kemempuan yang cermat
dalam setiap jenis komoditi tanaman. Pemanenan pada saat masak fisiologis pada
tanaman serealia dan polong-polongan dihadapkan masalah dengan kadar air yang
tinggi sehingga diperlukan teknik penanganan pemanenan yang baik dan benar.
Penggunaan benih unggul bermutu (Imran et al.,
2002). Oleh karenanya mustahil memiliki produk berkualitas tinggi jika kondisi
perbenihan nasional masih terabaikan.
Semestinya, proses produksi dan penanganan benih perlu mendapat perhatian serius. benih yang dihasilkan harus memenuhi
kriteria lima tepat. Benih harus tepat
jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat
waktu, dan tepat harga. Kesalahan dalam penggunaan benih akan berakibat
fatal, seperti penurunan produktivitas, kualitas hasil, serta ketahanan
terhadap hama dan penyakit. Produksi benih berkualitas merupakan proses
panjang. Semua diawali dari pemilihan bahan tanaman, pemeliharaan tanaman,
panen serta penanganan setelah panen. Menurut Sukarman, agar produksi benih
berhasil, selain mempertimbangkan faktor genetik (bahan tanaman), perlu pula
diperhatikan faktor-faktor lainnya. Antara lain lokasi produksi, iklim,
isolasi, ketersediaan serangga penyerbuk, tenaga yang terampil dan murah, penanganan
benih perlu dilakukan secara khusus dan serius. Kelalaian atau keterlambatan
dalam penanganan benih akan mengakibatkan menurunnya daya berkecambah bahkan
kematian benih (Kusdibyo, 2004).
Potensi pengembangan
cabai merah (Capsicum annuum L.) di Indonesia dari tahun ke tahun cukup
tinggi. Hal ini didukung oleh potensi pemasaran yang cukup baik dimana
permintaan selalu meningkat. Cabai merah merupakan komoditas perdagangan,
sehingga pengusahaan ditingkat petani bersifat komersial yang dicirikan hasil
produksinya sebagian besar ditujukan untuk permintaan pasar. Oleh karenanya,
dalam usahatani cabai merah petani semestinya menggunakan teknologi anjuran dan
varietas yang disukai konsumen. Petani harus bisa memperkirakan kapan sebaiknya
tanaman cabe diproduksi sehingga petani dapat menjadwalkan waktu tanam.
Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang
mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya akan bahan
organik dengan pH 6 - 7, tektur tanah remah. Di kawasan trasmigrasi lahan
kering pada umumnya jenis tanah banyak didominasi oleh tanah pozolik merah
kuning. Jenis tanah ini dengan beberapa keterbatasannya dapat untuk budidaya
tanaman cabe merah dengan beberapa perlakuan tertentu, misalnya pada lubang
tanam perlu diberi pupuk kandang yang bebas dari bakteri dan sumber penyakit.
Pupuk kandang yang baik untuk pemupukan adalah kotoran ayam kampung, kemudian
kotoran kambing, dan kerbau atau sapi (Hasanah, et al, 2000).
Prinsip
umum pengolahan benih adalah memproses calon benih menjadi benih dengan tetap
mempertahankan mutu yang telah dicapai. Dengan kata lain, prinsip pengolahan
benih ialah mewujudkan benih tanaman yang unggul atau baik. Apabila benih itu
ditanam akan mampu bertahan selama perkembangan hidupnya serta mampu memberikan
produk yang baik dan meningkat (Soetilah,. 1992).
Penanganan
benih mencakup kegiatan pemanenan, pengeringan, pemilahan (grading), perlakuan
benih (seed treatment), pengemasan, penyimpanan, dan pengujian. Benih bermutu
tinggi dan seragam bisa ditentukan saat panen. Penentuan kemasakan dapat
didasarkan pada warna buah, kekerasan buah, rontoknya buah/biji, pecahnya buah,
dan sebagainya. Namun menurut Sukarman tolok ukur tersebut kurang objektif.
Tolok ukur akan lebih objektif jika ditentukan berdasarkan bobot kering benih
maksimum. Pada waktu benih secara fisiologis sudah masak, saat itulah waktu
yang tepat memanen benih. Pasalnya, pada saat itu benih mempunyai bobot kering
dan vigor yang maksimum. Penundaan waktu panen sering berakibat laten terhadap
mutu benih sehingga mutu benih tidak optimal (Sutopo, L. 2002).
Mutu benih meliputi mutu genetik,
fisiolgi dan fisik. Benih yang benar adalah benih dengan mutu genetic tertentu
yang telah dideskripsikan oleh pemulia tanaman. Mutu fisiologik benih ditentukan
oleh viabilitas benih sehingga mampu menghasilkan tanaman yang normal.
Viabilitas dan vigor ditentukan oleh kondisi prapanen, panen maupun pasca panen
(Maharani, 2002).
Produksi
benih berkualitas merupakan proses yang panjang, dimulai dari pemilihan bahan
tanam, pemeliharaan tanaman, panen dan setelah panen. Penanganan benih perlu
dilakukan secara khusus dan serius. Kelainan dalam benih akan mengurangi daya
berkecambah akan menurun ataupun kematian pada benih. Penanganan benih dimulai
dari kegiatan pemanenan, pengeringan, pemilahan, perlakuan benih, pengemasan,
penyimpanan, dan pengujian. Penanganan benih perlu diperhatikan kelompok benih
seperti benih ortodok dan benih rekalsitran ataupun semi rekalsitran. Melalui
cara panen dan penanganan benih akan diperoleh benih yang optimal, mutu
fisiologis benih dapat dipertahankan lebih lama (Kartono, 2004).
Klasifikasi mutu benih didasarkan pada kinerja
fisik seperti kebersihan, kesegaran butiran
serta keutuhan dalam benih tanpa ada luka atau retak-retak.penampilan
fisik penting dalam artian karena benih dalam kemasan akan menjadi penarik bagi
konsumen. Atribt kualitas yang penting adalah viabilitas benih. Mutu yang bail
merupakan dasar bagi produktifitas pertanian yang lebih baik. Kondisi sebelum,
selama dan sesudah panen menentukan mutu benih. Walaupun mutu benih yang
dihasilkan beik, penanganan yang kurang baik akan menyababkan mutu langsung
menurun (Mugnisjah, 1990).
BAB 3.
METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan
praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember dan dilaksanakan pada hari rabu
tanggal 09 November 2011 pukul 08.00 - selesai WIB.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Benih cabai
2. Kertas
merang
3. Plastik
ukuran 20 X 30 cm
4. Karet
gelang
5. Kertas
label
3.2.2 Alat
1. Timbangan
analitik
2. Cutter
3. Pinset
3.3
Cara
Kerja
1. Memanen
benih yang diperoleh dari pertanaman petani sesuai dengan perlakuan waktu panen
untuk buah/polong kacang panjang :
a) Buah/polong
dipanen hijau pucat
b) Buah/polong
dipanen hijau kekuningan
c) Buah/polong
dipanen kuning kecoklatan
d) Buah/polong
dipanen coklat tua
2. Melakukan
pengolahan benih meliputi : (a) memetik buah sesuai perlakuan, (b) menjemur
benih sampai kadar air sesuai untuk penyimpanan (10-11%), (c) membersihkan
secara manual, dan (d) mengemas sebelum diuji dengan menggunakan kantong
plastic atau kertas (memberi label). Mengukur kadar air benih dilakukan dengan
menggunakan metode oven atau moisture tester.
3. Menguji
perkecambahan benih cabai dari masing-masing perlakuan sebanyak 25 butir pada
substrat kertas dengan metode UKDdp sebanyak tiga ulangan.
4. Menjaga kelembaban
substrat perkecambahan dengan memberikan air secukupnya.
3.4 Teknik Perolehan Data dan
Evaluasi
1. Memanen
benih sesuai criteria perlakuan dan menghitung hasil benih dengan jalan
menimbang bobot benih (kadar air 10-11%) pada setiap kali panen per tanaman.
Menimbang pula bobot 100 butir benih untuk masing-masing perlakuan.
2. Mengamati
dan menghitung persentase kecambah benih normal dan mati pada hari ke-4 (4 x 24
jam) dan kecambah normal (kecambah kuat+kurang kuat), abnormal dan mati hari
ke-6 (6 x 24 jam). Pengamatan kecambah normal hari ke-4 dan ke-6 untuk
parameter kecepatan berkecambah dan daya kecambah benih.
3. Menganalisis
hasil percobaan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RCBD) dengan 4
perlakuan dalam 3 ulangan.
4. Membandingkan
antara perlakuan waktu panen terhadap hasil dan mutu benih.
BAB 5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil
Tabel
Hasil Pengamatan Rendemen Benih dan Perkecambahan Benih
PERLAKUAN UMUR PANEN
|
UL
|
Rendemen Benih (%)
|
Perkecambahan
|
||||
HARI KE-4
|
HARI KE-6
|
||||||
|
MATI
|
|
ABNORMAL
|
MATI
|
|||
CABAI HIJAU
|
1
|
12,9 %
|
24
|
1
|
4
|
3
|
18
|
2
|
23
|
2
|
2
|
4
|
19
|
||
3
|
25
|
-
|
4
|
6
|
15
|
||
CABAI MERAH KEHIJAUAN
|
1
|
6,35 %
|
23
|
2
|
1
|
4
|
10
|
2
|
23
|
2
|
8
|
4
|
13
|
||
3
|
22
|
3
|
5
|
3
|
17
|
||
CABAI MERAH MERATA
|
1
|
9,15 %
|
25
|
-
|
4
|
-
|
21
|
2
|
24
|
1
|
4
|
-
|
21
|
||
3
|
25
|
-
|
5
|
1
|
19
|
||
CABAI MERAH KECOKLATAN
|
1
|
6,4 %
|
23
|
2
|
7
|
9
|
9
|
2
|
22
|
3
|
8
|
9
|
8
|
||
3
|
23
|
2
|
6
|
6
|
13
|
5.2
Pembahasan
Terdapat
beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan saat terbaik panen, salah
satunya adalah masak fisiologis yang dicirikan sebagai berikut :
1. Warna kulit
Perubahan
warna pada kulit buah yang terjadi hampir pada seluruh jenis tanaman kehutanan
maupun tumbuhan dapat dijadikan indikator untuk pemasakan buah/benih. Perubahan
warna merupakan efek dari produksi gula dan peningkatan kadar air. Biasanya
warna akan berubah menjadi lebih mengkilap dan warna menjadi gelap (merah,
jingga atau kuning).
2. Bau
Untuk
buah-buah tertentu (terutama yang penyebarannya melalui kelelawar dan
berdaging), kemasakan buah ditandai dengan keluarnya bau/aroma dari buah
tersebut. Perubahan bau ini lebih diakibatkan oleh meningkatnya produksi gula
pada daging buah.
3. Kadar air
Tahap
akhir pematang benih/buah adalah proses biokimia pada pembentukan cadangan
protein dan hormon serta dehidrasi (pada benih-benih ortodoks). Kadar air pada
benih tergantung pada jenis dan kondisi lingkungan. Benih rekalsitran berkadar
air relatif tinggi, sekitar 25 – 30%. Benih ortodoks relatif kering, dapat
mencapai 5-10% selama proses pematangan.
4. Pisahnya benih dari buah
Proses
terpisahnya benih dari buah (pada tipe buah polong) merupakan tanda bahwa
buah/benih telah masak. Proses tersebut dipengaruhi oleh terjadinya dehidrasi
yang terjadi pada buah/benih, sehingga polong menjadi terbuka dan benih
terpisah dari polong. Sedangkan untuk jenis konifer, proses dehidrasi akan
menyebabkan terbukanya sisik.
5. Rontok
Buah
yang telah mengalami proses fisiologis yang sempurna, maka akan terlepas dari
tangkai buah. Biasanya apabila tidak terjadi hambatan atau kejadian yang
menyimpang dari proses fisiologis pematangan buah, maka buah yang jatuh dari
pohon dapat dijadikan indikator buah tersebut telah masak.
6. Lain-lain
Untuk
jenis-jenis tertentu (seperti buah/benih mangrove), maka tanda- tanda buah
telah masak dapat berbeda dengan indikator yang telah disebutkan di atas.
Sebagai contoh : untuk propagul rizophora, pematangan buah ditandai dengan
adanya cincin yang melingkar di bagian atas dan berwarna kuning). Berdasarkan indikator-indikator yang telah disebutkan di atas,
maka teknik yang paling mudah untuk dijadikan indikator buah telah masak, yaitu
terjadinya perubahan warna atau buah lepas dari tangkainya. Pengetahuan
kemasakan buah/benih ini sangat diperlukan sebagai wujud untuk memproduksi
benih yang berkualitas. Tentunya apabila benih yang digunakan telah masak dapat
meningkatkan prosen kecambah. Oleh karena itu, penggunaan benih yang masak
dapat membantu untuk meningkatkan kualitas fisiologis benih. Teknik
pengunduhan/pengumpulan buah pada dasarnya telah berkembang dari mulai teknik
memungut buah yang jatuh sampai dengan menggunakan alat-alat mekanis. Pemilihan
terhadap berbagai alternatif teknik pengunduhan akan sangat dibatasi oleh
biaya.
Menurut Wahyu, (1990)
disamping dengan cara meraba dengan tangan dan mengukur
kadar airnya, menekan benih dengan kuku ibu jari kadang-kadang dipakai sabagai
cara untuk menetapkan waktu pemanenan. Waktu panen harus disesuaikan agar benih
benar-benar masak, yang biasanya ditunjukkan oleh kadar air atau keragaannya.
Jika panen terlalu dini, benih menjadi keriput ketika dikeringkan. Benih
demikian walaupun tinggi daya berkecambahnya pada saat panen, tetapi dapat
cepat mundur di penyimpanan, disamping banyak yang hilang di saat pembersihan. Pembentukan
benih terdapat stadia yaitu stadia pembentukan, matang morfologis, perkembangan
benih, masak fisiologis dan masak penuh. Benih yang telah masak fisiologis
menghasilkan bobot kering benih daya berkecambah dan vigor maksimum. Stadia
sebelum masak fisiologis vigornya masih rendah karena belum terdapat
keseimbangan komposisi kimia penyusun sel dan jaringan benih akan mempengaruhi
pembentukan sel dan jaringan baru ketika berkecambah. Jika pemanenan terlambat,
sebagian benih mungkin rontok dan ditangani selanjutnya sehingga mengalami
kerusakan. Kadar air benih yang aman ketika pemanenan berbeda-beda menurut
tanamannya.
Pada data yang diperoleh diketahui bahwa masing-masing
jenis kematangan benih memiliki hasil yang berbeda, diketahui bahwa buah cabai
yang dipanen pada saat kondisi hijau memiliki rendemen tertinggi yaitu 12,9%
sehingga dapat dikatakan bobot perbuah pada kondisi ini memiliki kondisi
terbaik, akan tetapi pada saat pengujian benih jumlah benih yang tumbuh normal
hanya 3,4 dan 6 pada ulangan 1,2 dan 3. Psedangkan untuk buah yang d panen pada
kondisi warna buah merah kehijauan rendemen hanya 6,55 % akan tetapi pada
pengujian daya tumbuh benih memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 11,8 dan 5
benih pada ulangan 1,2 dan 3.untuk benih yang merah merata diketahui rendemen
benih sebanyak 9,15 % dengan daya kecambah 4, 4 dan 5 sedangkan pada benih yang
memiliki warna merah kecoklatan menunjukan rendemen 6,4% dengan daya kecambah
7,8 dan 6.
Fungsi rendemen benih pada teknologi produksi benih
adalah untuk menganalisis kebutuhan kebutuhan produksi tanaman dengan target
benih yang akan dicapai, sehingga pada saat akan menanam atau masa awal
budidaya tanaman akan dapat diperkirakan sehingga benih yang diproduksi tidak
mengalami kelebihan maupun kekurangan. Apabila suatu produsen benih tidak mampu
menghitung kebutuhan tanaman yang akan ditanam dengan benih yang akan
diproduksi maka dapat dipastikan akan sangat tidak efisien.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Fungsi rendemen benih pada teknologi produksi benih
adalah untuk menganalisis kebutuhan kebutuhan produksi tanaman dengan target
benih yang akan dicapai.
2. Perubahan warna pada kulit buah yang terjadi
hampir pada seluruh jenis tanaman kehutanan maupun tumbuhan dapat dijadikan
indikator untuk pemasakan buah/benih.
3. Pada data yang diperoleh diketahui bahwa masing-masing
jenis kematangan benih memiliki hasil yang berbeda, diketahui bahwa buah cabai
yang dipanen pada saat kondisi hijau memiliki rendemen tertinggi yaitu 12,9%.
4. Jika pemanenan terlambat, sebagian benih mungkin rontok
dan ditangani selanjutnya sehingga mengalami kerusakan.
5. Kadar air pada benih tergantung pada jenis dan
kondisi lingkungan. Benih rekalsitran berkadar air relatif tinggi, sekitar 25 –
30%. Benih ortodoks relatif kering, dapat mencapai 5-10% selama proses pematan.
5.2 Saran
Pada praktikum kali ini
sebaiknya buah yang akan di pakai sesuai dengan perlakuan yang ada, untuk benih
yang memiliki warna kecoklatan harus dibendakan antara benih coklat matang
dengan coklat terserang opt.
DAFTAR PUSTAKA
Hasanah, M., Sukarman, D. Rusmin,T. Marwati, dan R. Noveriza. 2000. Perlakuan Benih Untuk Meningkatkan Viabilitas Benih Makadamika. Laporan Teknis. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah. Bogor.
Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri Benih Tanaman Industri. Jurnal Litbang Pertanian, 21 (3) 2002
Imran, S.A.K, syamsudin, dan Efendi. 2002. Analisis Vigor Benih Padi Pada Lahan Alang-Alang. Agrivista 4 (2), hal: 22-30.
Kartono. 2005. Teknik Produksi Benih Cabai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau). Bandung.
Kusdibyo. 2004. Penapisan galur Cabai (Capsicum annuum L.) toleran Terhadap NaCl untuk penanaman di lahan salin. Makara, Sains 8 (1), hal : 21-24
Maharani. 2002. Studi alternatif substrat kertas untuk pengujian viabilitas benih dengan metoda uji UKDdp. Bul. Agron 4 (2), hal. 34-39.
Muqnisjah, W.Q. 1990. Pengantar Produksi Benih. Jakarta : Rajawali press.
Sadjad,S. 1989. Dasar-Dasar Teknologi Benih. IPB. Bogor.
Soetilah.1992.Teknologi Benih.Surabaya : Erlangga.
Sukarman, 2003. Perbaikan Mutu Benih Aneka Tanaman Perkebunan Melalui Cara Panen dan Penanganan Benih. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (1) 2003
Sutopo. 2002. Teknologi Benih. Jakarta : Penebar Swadaya.
Wahyu, Q, M. 1990. Pengantar Produksi Benih. Jakarta : Rajawali Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar