Rabu, 24 Juli 2013

PENGARUH WAKTU PANEN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU BENIH

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Prinsip umum pengolahan benih adalah memproses calon benih menjadi benih dengan tetap mempertahankan mutu yang telah dicapai. Dengan kata lain, prinsip pengolahan benih ialah mewujudkan benih tanaman yang unggul atau baik. Apabila benih itu ditanam akan mampu bertahan selama perkembangan hidupnya serta mampu memberikan produk yang baik dan meningkat. Dalam pementukan benih terdapat stadia yaitu stadia pembentukan, matang morfologis, perkembangan benih, masak fisiologis dan masak penuh. Benih yang telah masak fisiologis menghasilkan bobot kering benih daya berkecambah dan vigor maksimum. Benih dikatakan masak secara fisiologis dan siap untuk dipanen, apabila zat makanan dari benih tersebut tidak lagi tergantung dari pohon induknya, yang umum ditandai dengan perubahan warna kulitnya. Waktu yang paling baik untuk pengumpulan benih adalah segera setelah benih itu masak. Masaknya buah (benih) umumnya terjadi secara musiman, walaupun cukup banyak juga jenis-jenis pohon yang menghasilkan buah masak tetapi tidak mengikuti musim yang jelas.
            Ketika benih yang berasal dari pemanenan yang tidak sama tersebut ditanam maka akan menyebabkan ketidak seragaman pertumbuhan dilapang, yang akhirnya akan menyebabkan berbagai kesulitan diantaranya perawatan, pemanenan dan lain sebagainya. Benih yang dipanen ketika masak fisiologis akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang optimal sedangkan benih yang dipanen sebelum maupun sesudah masak fisiologis pertumbuhan dan produksinya tidak akan optimal. Hal ini dapat disebabkan karena benih tersebut belum sempurna (pada panen sebelum masak fisiologis) atau telah memasuki masa penuaan (pada panen sesudah masak fisiologis). Ketika petani memaksakan menggunakan benih yang berasal dari hasil panenannya sendiri maka dianjurkan untuk mensortasi terlebih dahulu benih-benih tersebut agar diperoleh bahan tanam yang menurut syarat baik untuk ditanam.  Dengan melihat pentingnya hal tersebut maka dari itu perlu dilakukan suatu pengujian terhadap pengaruh waktu panen terhadap rendemen dan mutu benih yang akan dihasilkan sehinga benih diketahui kwalitasnya.
1.2 Perumusan Masalah
1.      Jelakan bagaimana kriteria terbaik saat panen ?
2.      Jelaskan antara waktu panen, rendemen benih, mutu benih sertakan literature ?
3.      Bandingkan hasil pengamatan dan berikan analisis ?
4.      Jelaskan rendemen benih dan manfaat perhitungan benih ?

1.3 Tujuan dan Manfaat
                        1.3.1 Tujuan
1.    Mengkaji pengaruh waktu panen terhadap hasil, daya berkecambah dan vigor benih.
2.    Mengenal indikator visual (visual indicator) masak fisiologis benih.

1.3.2 Manfaat
1.     Dapat mengkaji pengaruh waktu panen terhadap hasil, daya berkecambah dan vigor benih.
Dapat mengenal indikator visual (visual indicator) masak fisiologis benih.
BAB 2. TINJUAN PUSTAKA

Salah satu komponen penting yang peranan dalam peningkatan produksi adalah penggunaan benih unggul. Benih unggul yang dimaksud adalah benih yang memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi sehingga dapat menghasilkan produksi tanaman yang optimal. Benih unggul yang dimaksud yaitu benih yang berasal dari tanaman unggul yang dipanen tepat waktu. Dalam proses memproduksi benih factor pemanenan memegang peranan yang cukup penting dalam menjaga agar benih tersebut berviabilitas dan bervigor tinggi.
            Benih merupakan salah satu factor penentu keberhasilan budidaya aneka tanaman. Dalam rangka meningkatkan ekspor dan daya saing komoditas tersebut maka peran benih untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas semakin penting dirasakan. Namun, sampai sejauh ini perhatian terhadap penggunaan benih unggul bermutu, khususnya benih tanaman masih sangat terbatas. Hal ini antara lain disebabkan oleh kecenderungan petani memanen cabai belum waktunya (Sukarman, 2003).
            Pada umumnya disaat musim hujan stok produksi cabe merah sangat kecil, sedang permintaan pasar cukup tinggi, hal ini menyebabkan harga melambung tinggi. Kasus tahun 1998 harga cabe merah di kota Banjarmasin mencapai Rp 60.000,- per kg pada tingkat pasar tradisional, oleh karena itu untuk menstabilkan stok produksi dimusim hujan, diperlukan budidaya cabe merah di musim hujan. Salah satu teknologi budidaya cabe di musim hujan adalah teknologi mulsa plastik dan ajir. Secara umum cabai merah dapat di tanam di lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan) dan dapat dibudidayakan di saat musim hujan dan kering.
Dalam pementukan benih terdapat stadia yaitu stadia pembentukan, matang morfologis, perkembangan benih, masak fisiologis dan masak penuh. Benih yang telah masak fisiologis menghasilkan bobot kering benih daya berkecambah dan vigor maksimum. Stadia sebelum masak fisiologis vigornya masih rendah karena belum terdapat keseimbangan komposisi kimia penyusun sel dan jaringan benih akan mempengaruhi pembentukan sel dan jaringan baru ketika berkecambah (Sajad, 1989). Menentukan waktu yang tepat dalam panen memrlukan pengalaman srta kemempuan yang cermat dalam setiap jenis komoditi tanaman. Pemanenan pada saat masak fisiologis pada tanaman serealia dan polong-polongan dihadapkan masalah dengan kadar air yang tinggi sehingga diperlukan teknik penanganan pemanenan yang baik dan benar. Penggunaan benih unggul bermutu (Imran et al., 2002). Oleh karenanya mustahil memiliki  produk berkualitas tinggi jika kondisi perbenihan nasional masih  terabaikan. Semestinya, proses produksi dan penanganan benih perlu  mendapat perhatian serius.  benih yang dihasilkan harus memenuhi kriteria  lima tepat. Benih harus tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat  waktu, dan tepat harga. Kesalahan dalam penggunaan benih akan berakibat fatal, seperti penurunan produktivitas, kualitas hasil, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Produksi benih berkualitas merupakan proses panjang. Semua diawali dari pemilihan bahan tanaman, pemeliharaan tanaman, panen serta penanganan setelah panen. Menurut Sukarman, agar produksi benih berhasil, selain mempertimbangkan faktor genetik (bahan tanaman), perlu pula diperhatikan faktor-faktor lainnya. Antara lain lokasi produksi, iklim, isolasi, ketersediaan serangga penyerbuk, tenaga yang terampil dan murah, penanganan benih perlu dilakukan secara khusus dan serius. Kelalaian atau keterlambatan dalam penanganan benih akan mengakibatkan menurunnya daya berkecambah bahkan kematian benih (Kusdibyo, 2004).     
Potensi pengembangan cabai merah (Capsicum annuum L.) di Indonesia dari tahun ke tahun cukup tinggi. Hal ini didukung oleh potensi pemasaran yang cukup baik dimana permintaan selalu meningkat. Cabai merah merupakan komoditas perdagangan, sehingga pengusahaan ditingkat petani bersifat komersial yang dicirikan hasil produksinya sebagian besar ditujukan untuk permintaan pasar. Oleh karenanya, dalam usahatani cabai merah petani semestinya menggunakan teknologi anjuran dan varietas yang disukai konsumen. Petani harus bisa memperkirakan kapan sebaiknya tanaman cabe diproduksi sehingga petani dapat menjadwalkan waktu tanam.
            Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya akan bahan organik dengan pH 6 - 7, tektur tanah remah. Di kawasan trasmigrasi lahan kering pada umumnya jenis tanah banyak didominasi oleh tanah pozolik merah kuning. Jenis tanah ini dengan beberapa keterbatasannya dapat untuk budidaya tanaman cabe merah dengan beberapa perlakuan tertentu, misalnya pada lubang tanam perlu diberi pupuk kandang yang bebas dari bakteri dan sumber penyakit. Pupuk kandang yang baik untuk pemupukan adalah kotoran ayam kampung, kemudian kotoran kambing, dan kerbau atau sapi (Hasanah, et al, 2000).
Prinsip umum pengolahan benih adalah memproses calon benih menjadi benih dengan tetap mempertahankan mutu yang telah dicapai. Dengan kata lain, prinsip pengolahan benih ialah mewujudkan benih tanaman yang unggul atau baik. Apabila benih itu ditanam akan mampu bertahan selama perkembangan hidupnya serta mampu memberikan produk yang baik dan meningkat (Soetilah,. 1992).
Penanganan benih mencakup kegiatan pemanenan, pengeringan, pemilahan (grading), perlakuan benih (seed treatment), pengemasan, penyimpanan, dan pengujian. Benih bermutu tinggi dan seragam bisa ditentukan saat panen. Penentuan kemasakan dapat didasarkan pada warna buah, kekerasan buah, rontoknya buah/biji, pecahnya buah, dan sebagainya. Namun menurut Sukarman tolok ukur tersebut kurang objektif. Tolok ukur akan lebih objektif jika ditentukan berdasarkan bobot kering benih maksimum. Pada waktu benih secara fisiologis sudah masak, saat itulah waktu yang tepat memanen benih. Pasalnya, pada saat itu benih mempunyai bobot kering dan vigor yang maksimum. Penundaan waktu panen sering berakibat laten terhadap mutu benih sehingga mutu benih tidak optimal (Sutopo, L. 2002).  
            Mutu benih meliputi mutu genetik, fisiolgi dan fisik. Benih yang benar adalah benih dengan mutu genetic tertentu yang telah dideskripsikan oleh pemulia tanaman. Mutu fisiologik benih ditentukan oleh viabilitas benih sehingga mampu menghasilkan tanaman yang normal. Viabilitas dan vigor ditentukan oleh kondisi prapanen, panen maupun pasca panen (Maharani, 2002).
Produksi benih berkualitas merupakan proses yang panjang, dimulai dari pemilihan bahan tanam, pemeliharaan tanaman, panen dan setelah panen. Penanganan benih perlu dilakukan secara khusus dan serius. Kelainan dalam benih akan mengurangi daya berkecambah akan menurun ataupun kematian pada benih. Penanganan benih dimulai dari kegiatan pemanenan, pengeringan, pemilahan, perlakuan benih, pengemasan, penyimpanan, dan pengujian. Penanganan benih perlu diperhatikan kelompok benih seperti benih ortodok dan benih rekalsitran ataupun semi rekalsitran. Melalui cara panen dan penanganan benih akan diperoleh benih yang optimal, mutu fisiologis benih dapat dipertahankan lebih lama (Kartono, 2004).
Klasifikasi mutu benih didasarkan pada kinerja fisik seperti kebersihan, kesegaran butiran  serta keutuhan dalam benih tanpa ada luka atau retak-retak.penampilan fisik penting dalam artian karena benih dalam kemasan akan menjadi penarik bagi konsumen. Atribt kualitas yang penting adalah viabilitas benih. Mutu yang bail merupakan dasar bagi produktifitas pertanian yang lebih baik. Kondisi sebelum, selama dan sesudah panen menentukan mutu benih. Walaupun mutu benih yang dihasilkan beik, penanganan yang kurang baik akan menyababkan mutu langsung menurun (Mugnisjah, 1990).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu
            Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember dan dilaksanakan pada hari rabu tanggal 09 November 2011 pukul 08.00 - selesai WIB.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.    Benih cabai
2.    Kertas merang
3.    Plastik ukuran 20 X 30 cm
4.    Karet gelang
5.    Kertas label

3.2.2 Alat
1.    Timbangan analitik
2.    Cutter
3.    Pinset

3.3  Cara Kerja
1.    Memanen benih yang diperoleh dari pertanaman petani sesuai dengan perlakuan waktu panen untuk buah/polong kacang panjang :
a)      Buah/polong dipanen hijau pucat
b)      Buah/polong dipanen hijau kekuningan
c)      Buah/polong dipanen kuning kecoklatan
d)     Buah/polong dipanen coklat tua
2.    Melakukan pengolahan benih meliputi : (a) memetik buah sesuai perlakuan, (b) menjemur benih sampai kadar air sesuai untuk penyimpanan (10-11%), (c) membersihkan secara manual, dan (d) mengemas sebelum diuji dengan menggunakan kantong plastic atau kertas (memberi label). Mengukur kadar air benih dilakukan dengan menggunakan metode oven atau moisture tester.
3.    Menguji perkecambahan benih cabai dari masing-masing perlakuan sebanyak 25 butir pada substrat kertas dengan metode UKDdp sebanyak tiga ulangan.
4.    Menjaga kelembaban substrat perkecambahan dengan memberikan air secukupnya.
3.4 Teknik Perolehan Data dan Evaluasi
1.    Memanen benih sesuai criteria perlakuan dan menghitung hasil benih dengan jalan menimbang bobot benih (kadar air 10-11%) pada setiap kali panen per tanaman. Menimbang pula bobot 100 butir benih untuk masing-masing perlakuan.
2.    Mengamati dan menghitung persentase kecambah benih normal dan mati pada hari ke-4 (4 x 24 jam) dan kecambah normal (kecambah kuat+kurang kuat), abnormal dan mati hari ke-6 (6 x 24 jam). Pengamatan kecambah normal hari ke-4 dan ke-6 untuk parameter kecepatan berkecambah dan daya kecambah benih.
3.    Menganalisis hasil percobaan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RCBD) dengan 4 perlakuan dalam 3 ulangan.
4.    Membandingkan antara perlakuan waktu panen terhadap hasil dan mutu benih.



BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1  Hasil
Tabel Hasil Pengamatan Rendemen Benih dan Perkecambahan Benih
PERLAKUAN UMUR PANEN
UL
Rendemen Benih (%)
Perkecambahan
HARI KE-4
HARI KE-6
NORMAL
MATI
NORMAL
ABNORMAL
MATI
CABAI HIJAU
1
12,9 %
24
1
4
3
18
2
23
2
2
4
19
3
25
-
4
6
15
CABAI MERAH KEHIJAUAN
1
6,35 %
23
2
1
4
10
2
23
2
8
4
13
3
22
3
5
3
17
CABAI MERAH MERATA
1
9,15 %
25
-
4
-
21
2
24
1
4
-
21
3
25
-
5
1
19
CABAI MERAH KECOKLATAN
1
6,4 %
23
2
7
9
9
2
22
3
8
9
8
3
23
2
6
6
13

5.2  Pembahasan
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan saat terbaik panen, salah satunya adalah masak fisiologis yang dicirikan sebagai berikut :
1.      Warna kulit
Perubahan warna pada kulit buah yang terjadi hampir pada seluruh jenis tanaman kehutanan maupun tumbuhan dapat dijadikan indikator untuk pemasakan buah/benih. Perubahan warna merupakan efek dari produksi gula dan peningkatan kadar air. Biasanya warna akan berubah menjadi lebih mengkilap dan warna menjadi gelap (merah, jingga atau kuning).

2.      Bau
Untuk buah-buah tertentu (terutama yang penyebarannya melalui kelelawar dan berdaging), kemasakan buah ditandai dengan keluarnya bau/aroma dari buah tersebut. Perubahan bau ini lebih diakibatkan oleh meningkatnya produksi gula pada daging buah.

3.      Kadar air
Tahap akhir pematang benih/buah adalah proses biokimia pada pembentukan cadangan protein dan hormon serta dehidrasi (pada benih-benih ortodoks). Kadar air pada benih tergantung pada jenis dan kondisi lingkungan. Benih rekalsitran berkadar air relatif tinggi, sekitar 25 – 30%. Benih ortodoks relatif kering, dapat mencapai 5-10% selama proses pematangan.

4.      Pisahnya benih dari buah
Proses terpisahnya benih dari buah (pada tipe buah polong) merupakan tanda bahwa buah/benih telah masak. Proses tersebut dipengaruhi oleh terjadinya dehidrasi yang terjadi pada buah/benih, sehingga polong menjadi terbuka dan benih terpisah dari polong. Sedangkan untuk jenis konifer, proses dehidrasi akan menyebabkan terbukanya sisik.

5.      Rontok
Buah yang telah mengalami proses fisiologis yang sempurna, maka akan terlepas dari tangkai buah. Biasanya apabila tidak terjadi hambatan atau kejadian yang menyimpang dari proses fisiologis pematangan buah, maka buah yang jatuh dari pohon dapat dijadikan indikator buah tersebut telah masak.

6.      Lain-lain
Untuk jenis-jenis tertentu (seperti buah/benih mangrove), maka tanda- tanda buah telah masak dapat berbeda dengan indikator yang telah disebutkan di atas. Sebagai contoh : untuk propagul rizophora, pematangan buah ditandai dengan adanya cincin yang melingkar di bagian atas dan berwarna kuning). Berdasarkan indikator-indikator yang telah disebutkan di atas, maka teknik yang paling mudah untuk dijadikan indikator buah telah masak, yaitu terjadinya perubahan warna atau buah lepas dari tangkainya. Pengetahuan kemasakan buah/benih ini sangat diperlukan sebagai wujud untuk memproduksi benih yang berkualitas. Tentunya apabila benih yang digunakan telah masak dapat meningkatkan prosen kecambah. Oleh karena itu, penggunaan benih yang masak dapat membantu untuk meningkatkan kualitas fisiologis benih. Teknik pengunduhan/pengumpulan buah pada dasarnya telah berkembang dari mulai teknik memungut buah yang jatuh sampai dengan menggunakan alat-alat mekanis. Pemilihan terhadap berbagai alternatif teknik pengunduhan akan sangat dibatasi oleh biaya.
Menurut Wahyu, (1990) disamping dengan cara meraba dengan tangan dan mengukur kadar airnya, menekan benih dengan kuku ibu jari kadang-kadang dipakai sabagai cara untuk menetapkan waktu pemanenan. Waktu panen harus disesuaikan agar benih benar-benar masak, yang biasanya ditunjukkan oleh kadar air atau keragaannya. Jika panen terlalu dini, benih menjadi keriput ketika dikeringkan. Benih demikian walaupun tinggi daya berkecambahnya pada saat panen, tetapi dapat cepat mundur di penyimpanan, disamping banyak yang hilang di saat pembersihan. Pembentukan benih terdapat stadia yaitu stadia pembentukan, matang morfologis, perkembangan benih, masak fisiologis dan masak penuh. Benih yang telah masak fisiologis menghasilkan bobot kering benih daya berkecambah dan vigor maksimum. Stadia sebelum masak fisiologis vigornya masih rendah karena belum terdapat keseimbangan komposisi kimia penyusun sel dan jaringan benih akan mempengaruhi pembentukan sel dan jaringan baru ketika berkecambah. Jika pemanenan terlambat, sebagian benih mungkin rontok dan ditangani selanjutnya sehingga mengalami kerusakan. Kadar air benih yang aman ketika pemanenan berbeda-beda menurut tanamannya.
Pada data yang diperoleh diketahui bahwa masing-masing jenis kematangan benih memiliki hasil yang berbeda, diketahui bahwa buah cabai yang dipanen pada saat kondisi hijau memiliki rendemen tertinggi yaitu 12,9% sehingga dapat dikatakan bobot perbuah pada kondisi ini memiliki kondisi terbaik, akan tetapi pada saat pengujian benih jumlah benih yang tumbuh normal hanya 3,4 dan 6 pada ulangan 1,2 dan 3. Psedangkan untuk buah yang d panen pada kondisi warna buah merah kehijauan rendemen hanya 6,55 % akan tetapi pada pengujian daya tumbuh benih memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 11,8 dan 5 benih pada ulangan 1,2 dan 3.untuk benih yang merah merata diketahui rendemen benih sebanyak 9,15 % dengan daya kecambah 4, 4 dan 5 sedangkan pada benih yang memiliki warna merah kecoklatan menunjukan rendemen 6,4% dengan daya kecambah 7,8 dan 6.
Fungsi rendemen benih pada teknologi produksi benih adalah untuk menganalisis kebutuhan kebutuhan produksi tanaman dengan target benih yang akan dicapai, sehingga pada saat akan menanam atau masa awal budidaya tanaman akan dapat diperkirakan sehingga benih yang diproduksi tidak mengalami kelebihan maupun kekurangan. Apabila suatu produsen benih tidak mampu menghitung kebutuhan tanaman yang akan ditanam dengan benih yang akan diproduksi maka dapat dipastikan akan sangat tidak efisien.



BAB 5. PENUTUP

5.1 Simpulan
1.      Fungsi rendemen benih pada teknologi produksi benih adalah untuk menganalisis kebutuhan kebutuhan produksi tanaman dengan target benih yang akan dicapai.
2.      Perubahan warna pada kulit buah yang terjadi hampir pada seluruh jenis tanaman kehutanan maupun tumbuhan dapat dijadikan indikator untuk pemasakan buah/benih.
3.      Pada data yang diperoleh diketahui bahwa masing-masing jenis kematangan benih memiliki hasil yang berbeda, diketahui bahwa buah cabai yang dipanen pada saat kondisi hijau memiliki rendemen tertinggi yaitu 12,9%.
4.      Jika pemanenan terlambat, sebagian benih mungkin rontok dan ditangani selanjutnya sehingga mengalami kerusakan.
5.      Kadar air pada benih tergantung pada jenis dan kondisi lingkungan. Benih rekalsitran berkadar air relatif tinggi, sekitar 25 – 30%. Benih ortodoks relatif kering, dapat mencapai 5-10% selama proses pematan.

5.2  Saran

Pada praktikum kali ini sebaiknya buah yang akan di pakai sesuai dengan perlakuan yang ada, untuk benih yang memiliki warna kecoklatan harus dibendakan antara benih coklat matang dengan coklat terserang opt.
DAFTAR PUSTAKA

Hasanah, M., Sukarman, D. Rusmin,T. Marwati, dan R. Noveriza. 2000. Perlakuan Benih Untuk Meningkatkan Viabilitas Benih Makadamika. Laporan Teknis. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah. Bogor.

Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri Benih Tanaman Industri. Jurnal Litbang Pertanian, 21 (3) 2002

Imran, S.A.K, syamsudin, dan Efendi. 2002. Analisis Vigor Benih Padi Pada Lahan Alang-Alang. Agrivista 4 (2), hal: 22-30.

Kartono. 2005. Teknik Produksi Benih Cabai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Teknologi Produksi Benih Kacang Hijau). Bandung.

Kusdibyo. 2004. Penapisan galur Cabai (Capsicum annuum L.) toleran Terhadap NaCl untuk penanaman di lahan salin. Makara, Sains 8 (1), hal : 21-24

Maharani. 2002. Studi alternatif substrat kertas untuk pengujian viabilitas benih dengan metoda uji UKDdp. Bul. Agron 4 (2), hal. 34-39.

Muqnisjah, W.Q. 1990. Pengantar Produksi BenihJakarta : Rajawali press.

Sadjad,S. 1989Dasar-Dasar Teknologi Benih. IPB. Bogor.

Soetilah.1992.Teknologi Benih.Surabaya : Erlangga.

Sukarman, 2003. Perbaikan Mutu Benih Aneka Tanaman Perkebunan Melalui Cara Panen dan Penanganan Benih. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (1) 2003

Sutopo. 2002. Teknologi Benih. Jakarta : Penebar Swadaya.

Wahyu, Q, M. 1990. Pengantar Produksi Benih. Jakarta : Rajawali Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar